Mengenal Ilmu Kejawen
Istilah ‘Ilmu Kejawen’ pasti sudah pernah terdengar ke telinga Anda. Bahkan mungkin Anda sudah mengenal beberapa nama Ilmu Kejawen beserta keutamaan-keutamaannya. Namun terlepas dari namanya yang berkesan familiar, pase benarnya Ilmu Kejawen itu?
Jika kata ‘kejawen’ diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan adat atau kepercayaan Jawa, maka Ilmu Kejawen dapat diterjemahkan sebagai ilmu yang terlahir dari budaya, tradisi dan filosofi masyarakat Jawa itu sendiri.
Banyak orang menyalah artikan aliran kejawen sebagai sebuah agama, sehingga tidak sedikit yang berpendapat bahwa mengamalkan Ilmu Kejawen merupakan perbuatan syirik. Padahal para pelaku ajaran kejawen tidak menganggap ajaran yang di anutnya sebagai sebuah agama, melainkan sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi sejumlah lelaku. Karena kejawen bukanlah sebuah agama, maka dalam ajarannya tidak dikenal kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperluas ajaran, seperti dakwah atau misi.
Ilmu Kejawen umumnya dipelajari dengan merapal bacaan mantra dan melakukan ritual-ritual tertentu, seperti puasa dan tapa/semedi. Puasa dan semedi merupakan dua hal yang sangat penting dalam proses peningkatan spiritual seseorang. Hampir semua ajaran agama mengenal ritual puasa, meski dengan nama dan versi yang berbeda-beda.Jika digali lebih dalam, puasa memang memiliki efek yang sangat baik bagi tubuh maupun pikiran. Dengan berpuasa seseorang dapat mengubah sistem molekul tubuh dan menaikkan vibrasi ataugetarannya sehingga menjadi lebih sensitif terhadap energi dan kekuatan supranatural. Bahkan kemampuan indra keenam dapat pula dibangkitkan dengan cara berpuasa, sebab semua energi negatif dalam tubuh seseorang orang akan terbuang dengan sendirinya seiring puasa yang dijalankan oleh orang tersebut. Begitu tubuh telah dibersihkan dari energi negatif, maka secara otomatis kita akan menjadi lebih peka terhadap gejala-gejala atau fenomena spiritual dan supranatural yang terjadi disekeliling kita.
Sedangkan tapa atau semedi adalah pemusatan batin dan seluruh hakekat kepada cita-cita tertentu. Sayangnya, kebanyakan orang cenderung menafsirkan makna semedi sebagai sebuah ritual yang mengharuskan pelakunya untuk tidak makan, tidak minum dan tidak tidur sambil melepaskan diri dari segala nafsu dan membebaskan tugas segala indera, atau yang juga disebut menyumbat sembilan lubang tubuh. Dalam aliran kejawen, tapa diyakini sebagai jalan mencapai Manunggaling Kawula Gusti atau penyatuan hamba denganTuhannya.
Manunggaling Kawula Gusti tidak berarti bahwa seorang hamba telah menyatu secara wujud dengan Tuhannya, tidak juga berarti bahwa seseorang yang telah mencapai Manunggaling Kawula Gustiadalah Tuhan. Dalam diri tiap-tiap manusia terdapat roh yang berasal dari Tuhan, sehingga kepada Tuhanlah semua makhluk akan kembali. Kembalinya manusia kepada Tuhan berarti menyatunya manusia tersebut dengan Tuhannya.Inilah yang dimaksud dengan Manunggaling Kawula Gusti.
Sebelum belajar Ilmu Kejawen, kita diharuskan untuk mengenal jati diri atau mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya. Pengenalan jati diri merupakan modal awal untuk belajar Ilmu Kejawen. Dalam tahap pencarian jati diri inilah kita memerlukan bimbingan seorang guru, sebab prosesnya sama sekali tidak mudah. Diperlukan ketekunan dan kesabaran luar biasa dalam melatih diri untuk bertirakat tanpa melanggar aturan-aturan yang telah ditentukan, contohnya seperti keharusan untuk menghindari perbuatan maksiat.
Dengan mengenal siapa sejatinya diri kita, maka kita akan memiliki dasar pondasi yang kokoh untuk menerima segala macam ilmu. Sebaliknya, tanpa adanya seorang guru yang membimbing dalam fase pencarian jati diri ini dikhawatirkan orang yang belajar Ilmu Kejawen justru akan dikendalikan oleh ilmu yang ia pelajari tersebut. Sebagai akibatnya si pengamal bisa saja menjadi orang jahat atau bahkan mengalami gangguan kejiwaan yang membuatnya gila alias tidak waras.
Pentingnya peranan seorang guru dalam proses pembelajaran Ilmu Kejawen inilah yang menjadi dorongan bagi Kang Masrukhan untuk memposisikan diri beliau sebagai pembimbing murid-muridnya yang ingin mengamalkan dan melestarikan ilmu warisan leluhur. Ajaran Kejawen memang layak untuk terus dihidupkan keberadaannya, mengingat segudang kebijaksanaan dan nilai-nilai luhur berusia ribuan tahun yang terkandung didalamnya merupakan harta yang luar biasa untuk dimiliki sebagai bekal menjalani hidup.
Setelah melewati fase pencarian jatidiri, bisa dikatakan bahwa seorang pengamal Ilmu Kejawen telah mencapai tahap yang ‘aman’ untuk mempelajari suatu keilmuan. Kenapa demikian? Karena setelah benar-benar memahami siapa diri kita sesungguhnya, maka guru yang kita butuhkan bukan lagi guru dalam wujud seorang manusia, melainkan guru sejati yang berada dalam diri tiap-tiap insan. Istilah Jawa menyebutkan ‘Guru Sejati Dumunung Ono Ing Telenging Ati’, artinya adalah bahwa guru mutlak yang dapat kita tanyai segala macam pertanyaan dan mengingatkan segala tindak-tanduk kita adalah hati kita sendiri yang telah dengan sangat baik kita kenali.
Bersamaan dengan ditemukannya jati diri, maka akan ditemukan juga kembaran diri yang disebut sebagai sedulur papat lima pancer kakang kawah adi ari-ari. Menurut ajaran kejawentiap-tiap manusia diyakini terlahir sebagai lima bersaudara/saudara kelima(lima pancer), oleh karenanya masing-masing dari kita memiliki empat saudara (sedulur papat). Dalam wujud fisik, kakang kawah adalah air ketuban yang pecah sebelum kita lahir, sedangkan pancer adalah si jabang bayi yang lahir kemudian. Sementara adi ari-ari merupakan baturatau ari-ari yang dikeluarkan paling akhir setelah kita dilahirkan.
Kakang kawahdan adi ari-arisemuanya berjumlah empat, keempat-empatnya memiliki rupa yang sama persis dengan kita. Masing-masing menempati empat penjuru mata angin, yang paling tua berada di timur sementara sisanya berada di selatan, barat dan utara. Keempat bersaudara ini menghadap ke tengah-tengah penjuru tempat kita berada, dengan tujuan untuk selalu menjaga kita atas perintah Tuhan Yang Maha Esa atau Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Para pelaku Ilmu Kejawenakan dapat bertemu dan berdialog dengan keempat saudara mereka apa bila ilmu yang dia malkannya telah mencapai level tinggi.
Ritual yang dilakukan untuk menemui sedulur papat lima pancer disebut dengan meraga sukma, yaitu proses melepaskan sukma keluar dari tubuh untuk berangkat menuju alam roh yang berada di tempat paling atas. Dengan demikian seorang peraga sukma akan melintasi alam jin, alam kubur dan ribuan alam ciptaanTuhan lainnya sebelum mencapai alam dimana guru sejatinya tinggal. Sebuah ritual yang sama sekali tidak mudah, tetapi juga tidak mustahil untuk dilakukan. Setelah berhasil menemui dan berdialog dengan guru sejatinya maka seseorang akan mampu memperdalam segala macam ilmu ghaib yang ia miliki tanpa dikuasai atau diperbudak oleh ilmunya sendiri.
Keberhasilan berdialog dengan guru sejati menandai kemerdekaan jiwa kita dari kungkungan jasad atau raga. Namun bukan berarti kita dapat meninggalkan segala aktivitas dan kehidupan duniawi setelahnya. Salah besar jika setelah bertemu dengan guru sejati kita lantas menganggap bahwa kehidupan nyata tidak perlu lagikita jalani.Justru sebaliknya,apa yangkitalakukan di dunia nyata merupakan bekal atau modal utama dalam meraih kemuliaan dunia dan akhirat. Bedanya, semua yang dilakukan di dunia nyata tidak lagi dicemari oleh hawa nafsu. Kebaikan-kebaikan yang dilakukantidak lagididasari pamrihatau harapanuntuk memperoleh balasan pahala-surga atau karena takut ancaman dosa-neraka. Melainkan karena kesadaran bahwa memang hal tersebutlah yang semestinya di lakukan sebagai seorang hamba Tuhan.
Tak jarang, karena telah lepasnya tindak-tanduk manusia dari segala pamrihdan pengaruh hawa nafsu, seorang pelaku Ilmu Kejawenmampu melihat gambaran masadepan danmasa lalu,tentunya dengan bimbingan sangguru sejatidan atasseizin TuhanYang Maha Kuasa. Kepiawaian dalam segala bidang yang ditekuni juga sangat mungkin Anda peroleh, selama Anda mau mengamalkan Ilmu Kejawendengan tulus dan bersungguh-sungguh serta memiliki tujuan mulia guna mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
No comments:
Post a Comment